
Jakarta, detikNews – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tengah melakukan penelisikan mendalam terkait dugaan adanya anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan atau dieksploitasi oleh Oriental Circus Indonesia (OCI). Langkah ini diambil menyusul munculnya laporan dan kekhawatiran mengenai potensi pelanggaran hak-hak anak dalam lingkungan kerja sirkus ternama tersebut. KPAI menekankan pentingnya upaya rehabilitasi bagi anak-anak yang menjadi korban untuk memulihkan kondisi psikologis dan menghilangkan trauma.
Ketua KPAI, Ai Maryati, menegaskan bahwa hak anak korban untuk mendapatkan rehabilitasi harus dipenuhi. Penanganan pasca-kejadian, termasuk pemulihan trauma, menjadi fokus utama KPAI dalam menyikapi kasus dugaan eksploitasi ini.
“Bagi KPAI, rehabilitasi itu merupakan hak bagi anak korban,” ujar Ai Maryati dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (8/5/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen KPAI untuk memastikan anak-anak yang diduga menjadi korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang layak sesuai dengan amanat undang-undang perlindungan anak.
Penelisikan yang dilakukan KPAI bertujuan untuk mengumpulkan fakta dan bukti terkait laporan adanya anak-anak yang diduga terlibat dalam pekerjaan di OCI, yang berpotensi melanggar ketentuan usia kerja anak dan mengarah pada bentuk eksploitasi. KPAI akan mendalami jenis pekerjaan yang dilakukan, kondisi kerja, dampak terhadap pendidikan dan tumbuh kembang anak, serta aspek keselamatan mereka.
Dorongan Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)
Kasus dugaan eksploitasi anak oleh OCI ini juga telah menarik perhatian lembaga lain, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Sebelumnya, Komisi XIII DPR RI (catatan: penomoran komisi ini mungkin memerlukan klarifikasi lebih lanjut, karena komisi DPR RI umumnya bernomor I-XI) dilaporkan telah mengusulkan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di lingkungan Sirkus OCI. Komisi tersebut juga meminta agar dugaan pelanggaran ini ditindak secara tegas.
Rekomendasi pembentukan TGPF, jika didasarkan pada permintaan resmi dari DPR, akan bersifat mengikat bagi kementerian atau lembaga pemerintah terkait untuk terlibat dalam proses pencarian fakta. Namun, rekomendasi ini tidak secara otomatis mengikat lembaga independen seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pihak Komnas HAM sendiri menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada permintaan resmi yang masuk untuk pembentukan TGPF terkait kasus Sirkus OCI.
Keterlibatan berbagai lembaga ini menunjukkan adanya perhatian serius terhadap dugaan praktik yang tidak sesuai dengan prinsip perlindungan anak dan hak asasi manusia di industri hiburan sirkus. Sebelumnya, juga pernah muncul laporan dari mantan pemain sirkus Taman Safari yang melaporkan dugaan eksploitasi serupa ke Kementerian Hukum dan HAM, mengindikasikan bahwa isu ini mungkin tidak hanya terbatas pada satu entitas sirkus saja.
Pentingnya Perlindungan Anak dalam Industri Hiburan
Industri hiburan, termasuk sirkus, seringkali melibatkan partisipasi anak-anak dalam pertunjukan yang membutuhkan keahlian khusus dan latihan intensif. Namun, keterlibatan anak dalam industri ini harus selalu mengedepankan prinsip perlindungan anak, memastikan hak-hak dasar mereka seperti hak atas pendidikan, kesehatan, waktu bermain, dan perlindungan dari segala bentuk eksploitasi terpenuhi.
Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia telah mengatur secara jelas batasan usia kerja anak dan jenis pekerjaan yang dilarang bagi anak-anak. Setiap bentuk pekerjaan yang mengganggu pendidikan, membahayakan kesehatan fisik dan mental, atau bersifat eksploitatif dilarang keras.
KPAI, sebagai lembaga negara independen yang bertugas mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak, akan terus mendalami kasus OCI ini. Langkah-langkah investigasi lebih lanjut, termasuk kemungkinan memanggil pihak manajemen OCI dan pihak terkait lainnya, akan dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai situasi yang sebenarnya.
Jika dugaan eksploitasi ini terbukti benar, pihak yang bertanggung jawab dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, yang terpenting saat ini, menurut KPAI, adalah memastikan anak-anak yang diduga menjadi korban segera mendapatkan perlindungan, pendampingan, dan rehabilitasi yang komprehensif agar mereka dapat pulih dan melanjutkan tumbuh kembangnya secara optimal. Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak, termasuk pelaku industri hiburan dan masyarakat luas, untuk senantiasa menempatkan kepentingan terbaik anak di atas segalanya.